Rabu, 17 November 2010

Udah ikhlash :) :(


 Aku ingat dalam novel “Marut Merah Jambu” nya Raditya Dika yang mengutip daris ebuah komik bahwa tak ada yang bisa membuat selai kacang yang begitu enak terasa hambar kecuali cinta tak terbalas.
Aku langsung teriris dibuatnya :(
Mungkin memang kalau mereka suka selai kacang dan selai kacangnya akan terasa hambar kalau cinta mereka tak terbalas. Berhubung aku suka mie ayam, mungkin aku juga akan merasakan hal yang sama. Walaupun kenyataannya tetap saja mie ayam itu enak, gak peduli lagi patah hati atau nggak. Enak sekali. Hanya saja, sering sekali rasa ‘cinta tak terbalas’ ini mengalahkan rasa mie ayam tersebut. Jadi, yaaaa... tetap aja sama kayak selai kacang. Kayaknya kita lebih merasakan perasaan teririsnya daripada mie ayamnya. Tapi kok tetap enak ya mie ayamnya? (cape deh, peaaaaa)

Mnurutku aku terlalu posesif pada perasaanku. Jika aku di luar dan meilhat ada orang olahraga, aku langsung menatap penuh selidik apakah itu seragam olahraga sekolahnya. Kalau iya aku dengan panik campur girang mencari keberadaannya. Hanya saja aku tak pernah melihat dia dengan seragam olahraganya. Kecewa berat. Kadang aku melihat suatu tempat dimana dia dulu kalau pulang olahraga sering nongkrong. Aku perhatikan tempat itu dengan tatapan selidik plus kosong. Karena nyatanya tempat itu selalu kosong. Hatiku juga kosong. Aku mencarinya seakan dia hilang, sekan dia entah kemana. Tepatnya seakan karena dia menghindariku. ‘memblokir’ diriku dari hidupnya. Kayak di facebook gitu. Menghilang untuk menghindariku. Mungkin baginya aku seprti mafia, razia, tsunami atau segala sesuatu yang membahayakan dan harus dihindari. Itulah artiku baginya. Kadang aku cuma termenung di kelas matematika. atau termenung saat temanku bicara. Ya Tuhan, dia dimana? Hiks :(
Dia itu semacam candu. Kamu merasa harus bertemu tersebut walaupun dengan bertemu dengannya akan membuatmu semakin buruk. Karena perasaanmu teriris. Seprti menelan drugs, pahit pun ditelan walaupun dia membuat kita semakin buruk, dan sekali lagi candu.
 Mungkin Dewa19 butuh angin untuk menyampaikan perasaannya pada orang yang dicintainya, tau kan lagunya? (angin sampaikan padanya, bahwa aku cinta dia. Angin sampaikan padanya, bahwa aku butuh dia). Mungkin Dewa19 tau caranya berbicara dengan angin sehingga bisa menyampaikan isi hatinya lewat angin. Berhubung aku gak bisa dan aku lebih bisa berbicara dengan Tuhan, aku sampaikan saja doaku pada Tuhan. Tak perlu pake angin, lebih praktis, lebih pasti. Mungkin di ‘Marmut Merah Jambu’ dia juga mendoakan orang yang dicintainya. Aku sudah lebih dulu mendoakannya. Lebih dulu 3 tahun malahan, sebelum marmut merah jambu terbit. Dia selalu mencul dalam doaku setelah sholat, 3 tahun aku brdoa untuknya. Laki-laki yang  langsung aku doakan setelah Ayah, untuk keselamatan dan kesehatannya. Aku cukup sadar dan tau diri, maka aku tak pernah lagi berdoa ‘kalau jodoh dekatkanlah Ya Allah, kalau bukan jodoh, makan  jodohkanlah Ya Allah’. Yang ada hanya: ‘Ya Allah, aku tak tau lagi mau bilang apa, yang jelas kau tau apa yang ada di hatiku. Katakan padanya, selalu ada ruang yang  sangat besar untuknya. Tapi jika tak bisa kau sampaikan, sehatkanlah saja dia. Bahagiakan saja hidupnya. Dengan siapapun yang dia mau. Dengan siapapun yang dia pilih.’
Itulah. Pada akhirnya aku harus merelakan. Merelakan orang yang tak pernah ada. Merelakan orang yang tak pernah datang. Merelakan karena aku mau ‘sembuh’. Ini saja harapanku, karena baginya aku tak lagi punya harapan: Aku mau dia sehat-sehat saja. Aku mau dia langgeng dengan  orang yang dia miliki kini. Merelakan itu melegakan. Walaupun semua orang juga tau, tak ada yang mudah sebelum merelakan.
 Aku udah ikhlash :)
                Untuk seseorang tersebut, jika kau tau ada seseorang yang berdoa untukmu dan menangis karenamu sedangkan kau tak pernah menghargainya, apa yang akan kau lakukan?